Rabu, 26 Agustus 2015

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu­ Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan penelitian.
JENIS-JENIS METODELOGI PENELITIAN DAN MACAM-MACAM METODELOGI PENELITIAN
Secara umum metodelogi penelitian dapat kita bagi dalam 7 jenis metodelogi, diantaranya;
1.   Penelitian historis;  penelitian yang bertujuan membuat rekunstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverfikasi, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat dan akurat.
2.   Penelitian diskriptif;  penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu objek penelitian tertentu.
3.   Penelitian pengembangan; penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki suatu pola dan perurutan pertumbuhan atau perubahan suatu objek atau gejala. Dimana peneliti ingin melihat hasil yang lebih efektif dan efisien dari hasil yang akan dicapainya.
4.   Penelitian kasus (lapangan); penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan intraksi lingkungan suatu unit sosial, baik individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
5.   Penelitian korelasional; penelitian yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel atau gejala tertentu terhadap variabel atau gejala lainnya.
6.   Penelitian tindakan; penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru, cara pendekatan baru atau suatu produk pengetahuan baru  untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di lapangan secara nyata.
7.   Penelitian eksperimental;  penelitian yang bertujuan untuk  menyelidiki sebab akibat tertentu dengan memberikan perlakuan tertentu atau kondisi yang berbeda.
Untuk lebih jelasnya akan kita uraikan pada pembahasan yang akan datang;
Dari jenis-jenis penelitian diatas lebih bersifat umum atau pertinjauan dari jenis penelitian secara mendalam dan skarang kita siap membagi beberapa penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan atau kualifikasi tertentu;

Macam macam penelitian sebagai berikut;
1.   Secara paradigmatik dikenal ada 3 (tiga) macam paradigma penelitian:
a.       Positivistik; fokusnya mencari hubungan antar-variabel --- Madhab Comtean (August Compte). Akar penelitian kuantitatif.
b.      Interpretif  (fokusnya pada makna suatu tindakan) --- madhab Weberian. Akar penelitian kualitatif.
c.       Kritik (fokusnya pada wacana. Wacana merupakan medan beroperasinya kekuasaan) --- madhab postmodernisme  (ideologi dan kekuasaan)

2.   Secara metodologik, terdapat 4 (dua) macam metode penelitain:
a.   Metode Kuantitatif  --- dasarnya adalah semua persoalan kehidupan terjadi dalam hubungan sebab akibat.  Tindakan manusia merupakan akibat dari sebab-sebab tertentu.
b.   Metode Kualitatif  --- dasarnya adalah manusia merupakan makhluk berkehendak bebas  (free will)  yang bertindak atas dasar keinginan pribadi
c.   Metode Campuran (Mixing Methods) Kuantitatif dan Kualitatif dasarnya adalah logika triangulasi (hasil kualitatif bisa dikembangkan untuk diuji kuantitatif, atau hasil kuantitatif perlu diperdalam kepada para aktor secara  kualitatif)
d.   Metode Kritis/Refleksif – dasarnya adalah fungsi praksis (perbaikan) ilmu pengetahuan untuk mengkritisi dan mengubah situasi yang tidak manusiawi.

3.  Berdasarkan dorongannya, terdapat 2 (dua) macam penelitian:
a.   applied (terapan) ---  tujuannya untuk menyelesaikan persoalan dengan  cepat
b.   pure  (murni) --- tujuannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan

4.  Berdasarkan jenis  realitasnya (unit of analysis), terdapat  4 (empat) jenis penelitian:
a.  penelitian mikro objektif (misalnya tentang tindakan-tindakan individual)
b.  penelitian mikro subjektif (misalnya tentang pendapat, ide, pengalaman    individual).
c.  penelitian makro objektif (misalnya tentang pola-pola struktural umum yang kasat mata, seperti masyarakat, birokrasi, hukum, arsitektur, pendidikan dsb).
d.  penelitian makro subjektif (misalnya tentang pola-pola struktural umum yang tidak kasat mata, seperti  kultur, norma, dan nilai yang  ada di masyarakat)
e.    penelitian pertautan (linkage) antar dua atau lebih kuwadran (mikro-makro, subjektif-objektif)

5. Berdasarkan sifat masalah dan tujuan penelitian terdapat
a.  Penelitian eksploratori: Menjelajahi fenomena baru
b.  Penelitian deskriptif: Memaparkan fenomena/fakta
c.  Penelitian eksplanatori: Menjelaskan (hubungan) dua atau lebih fenomena/fakta
d.  Penelitian Prediktif: Meramalkan kecenderungan fenomena/fakta berdasarkan data sekarang
e.  Penelitian Interpretif: Memahami fenomena (khususnya melalui tindakan verbal dan diskursif pelaku)
f.  Penelitian kritis: Memberikan penafsiran tandingan (alternatif) atas fenomena berdasarkan pendirian tertentu
g.  Penelitian historis: merekonstruksi rangkaian kejadian penting masa lalu.

6.  Berdasarkan perolehan data, terdapat 2 (dua) macam jenis penelitian:
a.  lapangan (field) (field research)
b.  teks (text analysis/studies)

7.  Berdasarkan  jenis data yang dikaji, terdapat  3 (tiga) kelompok besar  analisis data kualitatif:
a.  analisis teks dan bahasa
b.  analisis tema budaya
c.  analisis kinerja, dan pngalaman individual serta perilaku institusi

8. Berdasarkan metodenya, teks dan bahasa dapat diteliti dengan:
a.  Analisis Isi (Content Analysis)
b.  Analisis Wacana (Discourse Analysis)
c. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)
d. Analisis Bingkai (Framing Analysis)
e. Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
f. Analisis Konstruksi Sosial (Social Construction Analysis)
g.  Hermeneutika (Hermeneutics):
-   Hermeneutika Intensionalisme --- makna teks ditelusur dari penyusun teks.
-   Hermeneutika Gadamerian. ---  makna teks ditelusur pada pembacanya.


Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu­ Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama,

Sabtu, 07 Maret 2015

validitas dan reliabilitas



Dilihat dari mutunya, instrument asesmen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yang sering digunakan, yaitu instrument standar (standardized test, standardized instrument) dan instrument tidak standar. Suatu instrument dikatakan standar bila instrument tersebut telah diuji berbagai aspek kebaikannya, misalnya reliabilitas, validitas, dan daya pembeda soal dari item – itemya. Sedangkan instrument yang tidak standar (tidak dibakukan) aspek – aspek tersebut tidak dikitahui secra pasti.
Instrument yang baku biasanya dilengkapi perangkat instrument, yang disebut dengan nama “MANUAL”. Dalam manual biasanya tercantum:
·         Penjelasan tentang aspek – aspek yang diungkap
·         Kegunaan instrument
·         Cara pengadministrasian (cara pelaksanaan, pemeriksaan, sampai scoring)
·         Norma yang digunakan
·         Penjelasan tingkat kebaikan instrument dan car pembakuannya.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai konsep validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
1.      Validitas
Validitas menunjukkan tingkat ketepatan suatu alat instrument (tes ataupun nontes) dalam mengukur aspek yang hendak diukur, atau mengungkap data yang hendak diungkap. Setiap alat/ instrument harus hanya mengukur satu dimensi atau aspek saja. Suatu tes hasil belajar dikatakan valid kalau hanya mengungkap hasil belajar tertentu saja. Mistar hanya mengukur panjang atau jarak, timbangan hanya mengukur berat, tes matematika soal – soalnya harus hanya mengukur pengetahuan matematika saja dan sebagainya,
Tidak mustahil, dalam soal matematika terdapat unsur bahasa atau bentuk soal yang belum dikenal oleh siswa, sehingga berhasil tidaknya siswa menjawab soal tersebut tidak semata – mat ditentukan oleh pengetahuan di bidang matematika, melainkan ditentukan pula oleh kemampuan memahami bahasa, bentuk soal dan sebagainya. Tes seperti ini kurang valid. Suatu tes yang hanya mengukur satu dimensi, biasanya soal yang satu dengan soal yang lain memiliki keterkaitan yang erat. Karena itu disyaratkan bahwa setiap aspek/ subtes/ soal harus berkorelasi tinggi dengan satua  sama lain sehingga dapat dijadikan bukti bahwa senua aspek tersebut memang merupakan bagian dari aspek yang lebih luas. Jika tidak, konsekuensinya skor- skor untuk masing – masing soal jangn dijumlahkan begitu saja sebagai skor total.
Berdasarkan konsep di atas, maka validitas itu akan selalu terkait dengan pertanyaan:
·         Valid dalam hal apa?
·         Valid untuk siapa?
Tes yang valid untuk mengukur bakat, tidak akan valid jika digunakan untuk mengukur minat. Demikian juga tes yang valid untuk siswa SMA kelas XII, tidak akan valid untuk mahasiswa atau siswa SMP. Dengan demikian, menguji validitas suatu tes berarti berarti kita membandingkan tes yang kita buat dengan suatu criteria tertentu.

2.      Reliabilitas
Reliabilitas tes menunjukkan tingkat keajegan suatu tes, yaitu sejauh mana tes tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg. Kecermatan hasil pengukuran ditentukan oleh banyaknyainformasi yang dihasilkan dan sangat berkaitan dengan satuan ukuran dan jarak rentang (range) dari skala yang digunakan. Dlam mengukur berat sebuah cincin emas, pengukuran dengan timbangan yang bersatuan milligram dan berjarak rentang antar 0 - 1000mg, tentu akan menghasilkan ukuran yang lebih teliti daripada menggunakan timbangan dengan satuan kilogram dengan berjarak rentang 0 – 100 kg. begitu pula dengan tes prestasi belajar. Sebuah tes dengan jumlah soal yang banyak dan seluruh soalnya bertaraf kesukaran sedang (on target) bagi orang yang menempuh, tentu akan menghasilkan informasiyang lebih teliti mengenai orang yang diukur, jika dibandigkan dengan tes yang soalnya sedikit dan tingkat kesukarannya rendah (off target). Dengan kata lain, soal – soal sebuah tes jangan terlalu dibawah atau diatas kemampuan tingkat pembelajaran siswa, dan tingkat kesukaran butir soalnya harus relative homogen.
Menurut balitbangdikbud, mengenai keajegan (consistency) dari skor suatu tes, dapat dibedakan menjadi keajegan internal dan keajegan eksternal. Keajegan internal adalah sejauh mana butir – butir soal sebuah tes itu homogeny baik dari segi tingkatr kesukaran maupun dari segi bentuk soal/prosedur menjawabnya. Jadi tingkat kesukaran soal harus sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Tingkat keterhandalan skor dalam tes berarti (1) homogenitas butir soal, dan kehandlan butir – butir soal dalam mengungkap perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan siswa
Keajegan eksternal adalah sejauhmana skor yang dihasilkan dari tes tersebut kepada sekelompok orang akan tetap sama sepanjang orang tersebut belum berubah. Hal ini dapat diuji dengan indeks korelasi dari tes retes atau dengan parallel form
Teknik pengujian reliabilitas suatu instrument dapat dilakukan dengan beberapa cara/teknik. Setiap teknik/cara akan menghasilkan jenis reliabilitas yang berbeda.
Di muka sudah dikatakan bahwa reliabilitas merujuk kepada keajegan suatu tes dalam menghasilkan skor yang relative konsisten. Ini berarti bhwa tes yang reliable akan mampu memberikan skor yang relative konstan walaupun dibrikan pada situasi yang berbeda – beda. Ada tiga cara untuk menetahui reliabilitas, yang prinsipnya adalah menghitung indeks korelasi. Tiga cara tersebut adalah :
·         Metode tes ulang (tesretest method)
·         Metode tes parallel (parallel test method)
·         Tekhnik belah dua (splithalf method)

Pendekatan dan teknik assesment


Asesmen merupakan cara salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/berlangsung.  Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah maka asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan/konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi konseli. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah konseli.

2.1 Ragam Pendekatan dan Teknik Assesmen
Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji , misalnya dengan paper-and-pencil test belum tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif (cognitive) adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Afektif (affective) adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan-pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi, sedangkan psikomotor (psychomotor) adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik.
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan. Hal ini merupakan penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari standar isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah/daerah masing-masing. Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor. Benjamin Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor. Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
a.      Ranah Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP, dan SMU. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan, pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
1)   Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan mereproduksi.
2)   Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.
3)   Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
4)   Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b) analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-kata operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci, mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan memisahkan.
5)   Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari: mengkatagorikan, memodifikasikan, merekonstruksikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.
6)  Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan, menentukan, menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.

b.      Ranah Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
1)   Menerima (Receiving), diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.
2)   Menjawab (Responding), siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
3)   Menilai (valuing), diharapkan siswa dapat menilai suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain; melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti.
4)  Organisasi (organization), tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.

c.       Ranah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk aspek psikomotor harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:
1)   Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
2)    Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
3)   Neuromuscular coordination; mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E., 2001)

Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, di samping juga memiliki banyak kekurangan, seperti;
(1)   setiap soal yang digunakan dalam suatu tes umumnya mempunyai jawaban tunggal,
(2)  tes hanya berfokus pada skor akhir dan tidak terfokus pada bagaimana siswa memperoleh jawaban,
(3)   tes mengendalikan pembelajaran di kelas,
(4)   tes kurang mampu mengungkapkan bagaimana siswa berpikir,
(5)   kadang-kadang tes tidak mampu menggambarkan prestasi sebenarnya dari siswa, dan
(6)   tes tidak mampu mengukur semua aspek belajar.
Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu dipahami implikasi dari penerapan standar kompetensi pada proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan standar kompetensi harus dikembangkan penilaian berkelanjutan (continous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian (assesment) terhadap prestasi siswa termasuk di dalamnya merancang sistem pengujiannya.
Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil belajar dalam pelaksanaan asesmen seringkali belum bisa memberikan makna secara optimal, sebelum diberikan kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performance.
a. Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran berlangsung, pengajar harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik yang tercermin dalam tujuan pengajaran atau Indikator pencapaian.
b. Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi (simpangan baku) dari keseluruhan skor yang diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.
c. Penilaian dengan Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi mahasiswa sebelumnya, sehingga lebih diarahkan pada pembinaan kemajuan belajar dari waktu ke waktu, untuk itu sangat diperlukan informasi tentang kemampuan awal siswa serta potensi dasar yang dimiliki. Pendekatan ini sangat cocok untuk pelaksanaan pengajaran remedial atau untuk latihan keterampilan tertentu dimana dalam kegiatan semacam ini kemajuan anak dari waktu ke waktu sangat perlu untuk diikuti dan dipantau secara teliti.
Teknik Asesmen
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan Teknik Tes dan Non Tes namun pada umumnya pengajar lebih banyak menggunakan tes sebagai alat ukur dengan rasional bahwa tingkat obyektivitas evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar.
a.   Teknik tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak macamnya dan luas penggunaannya
b.  Teknik nontes dapat dilakukan dengan observasi baik secara langsung ataupun tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan dengan Sosiometri, teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com