Asesmen merupakan cara salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/berlangsung. Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah maka asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan/konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi konseli. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah konseli.
2.1 Ragam Pendekatan dan Teknik Assesmen
Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap
semua aspek pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sebab
siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji , misalnya dengan paper-and-pencil
test belum tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam
mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat
terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada
umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang
dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor.
Kognitif (cognitive) adalah ranah yang menekankan pada pengembangan
kemampuan dan ketrampilan intelektual. Afektif (affective) adalah ranah
yang berkaitan dengan pengembangan-pengembangan perasaan, sikap nilai dan
emosi, sedangkan psikomotor (psychomotor) adalah ranah yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik.
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar
dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan. Hal
ini merupakan penjabaran dari stándar isi dan stándar kompetensi lulusan. Di
dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran.
Muatan dari standar isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan
setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian
hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah/daerah masing-masing.
Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan
untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan. Teknik penilaian yang
digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, standar kompetensi
dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan
bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini
karena memuat domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan
pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh
Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor.
Benjamin Bloom (1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah
(domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotor.
Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
a. Ranah
Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah
kognitif memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMTP,
dan SMU. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu aspek pengetahuan,
pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
1) Pengetahuan (knowledge),
dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
Kata-kata operasional yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan,
mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan dan
mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension),
kemampuan ini menuntut siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa
harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan menjadi
tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan, dan (c)
mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:
memperhitungkan, memperkirakan, menduga, menyimpulkan, membedakan, menentukan,
mengisi, dan menarik kesimpulan.
3) Penerapan (aplication),
adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum,
tata cara ataupun metode-metode, prinsip prinsip, serta teori-teori dalam
situasi baru dan konkret. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:
mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan,
menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan.
4) Analisis (analysis
adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan
suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen
pembentuknya. Kemampuan analisis diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu;
(a) analisis unsur, (b) analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang
terorganisasi. Kata-kata operasional yang umumnya digunakan antara lain:
memperinci, mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan
memisahkan.
5) Sintesis (synthesis), jenjang
ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan,
rencana atau mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari:
mengkatagorikan, memodifikasikan, merekonstruksikan, mengorganisasikan,
menyusun, membuat design, menciptakan, menuliskan, dan menceritakan.
6) Evaluasi (evaluation)
adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai suatu situasi,
keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal
penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa
mampu mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.
Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain: menafsirkan,
menentukan, menduga, mempertimbangkan, membenarkan, dan mengkritik.
b. Ranah
Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai
internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi
bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil
sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan
menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
1) Menerima (Receiving),
diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.
Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan
memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan,
memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.
2) Menjawab (Responding),
siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap
salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara
sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang digunakan antara
lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan
menceritakan.
3) Menilai (valuing),
diharapkan siswa dapat menilai suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu
dengan cukup konsisten. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain;
melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan
mengikuti.
4) Organisasi (organization),
tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan
masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan
antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan,
menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.
c.
Ranah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya
mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan
waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk aspek psikomotor
harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati, yang meliputi:
1) Muscular or motor
skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan,
dan menampilkan.
2) Manipulations
of materials or objects; mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser,
memindahkan, dan membentuk.
3) Neuromuscular
coordination; mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan,
memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E., 2001)
Evaluasi terhadap ranah-ranah yang dikemukakan Bloom
melalui prosedur tes memiliki beberapa kelebihan, di samping juga memiliki
banyak kekurangan, seperti;
(1) setiap soal yang
digunakan dalam suatu tes umumnya mempunyai jawaban tunggal,
(2) tes hanya berfokus pada
skor akhir dan tidak terfokus pada bagaimana siswa memperoleh jawaban,
(3) tes mengendalikan
pembelajaran di kelas,
(4) tes kurang mampu
mengungkapkan bagaimana siswa berpikir,
(5) kadang-kadang tes tidak
mampu menggambarkan prestasi sebenarnya dari siswa, dan
(6) tes tidak mampu mengukur
semua aspek belajar.
Berkaitan dengan kegiatan asesmen, perlu dipahami
implikasi dari penerapan standar kompetensi pada proses penilaian yang
dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus
menggunakan acuan kriteria. Untuk itu dalam menerapkan standar kompetensi harus
dikembangkan penilaian berkelanjutan (continous authentic assessment)
yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Guru diberi kebebasan
merancang pembelajarannya dan melakukan penilaian (assesment) terhadap
prestasi siswa termasuk di dalamnya merancang sistem pengujiannya.
Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil
belajar dalam pelaksanaan asesmen seringkali belum bisa memberikan makna secara
optimal, sebelum diberikan kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran
tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi
hasil belajar dapat berupa kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau
kriteria performance.
a.
Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria
baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian
dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini
begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau
tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut
penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran
berlangsung, pengajar harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran
dan kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik
yang tercermin dalam tujuan pengajaran atau Indikator pencapaian.
b. Penilaian Acuan Norma
atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria
relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan
tidaknya peserta uji yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak
dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum
yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor
hasil pengukuran yang diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa
didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi (simpangan
baku) dari keseluruhan skor yang diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga
penilaian dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai
dilakukan.
c. Penilaian dengan
Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi mahasiswa
sebelumnya, sehingga lebih diarahkan pada pembinaan kemajuan belajar dari waktu
ke waktu, untuk itu sangat diperlukan informasi tentang kemampuan awal siswa
serta potensi dasar yang dimiliki. Pendekatan ini sangat cocok untuk
pelaksanaan pengajaran remedial atau untuk latihan keterampilan tertentu dimana
dalam kegiatan semacam ini kemajuan anak dari waktu ke waktu sangat perlu untuk
diikuti dan dipantau secara teliti.
Teknik Asesmen
Dilihat dari tekniknya, asesmen proses dan hasil
belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan Teknik Tes dan Non Tes namun
pada umumnya pengajar lebih banyak menggunakan tes sebagai alat ukur dengan
rasional bahwa tingkat obyektivitas evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak
sepenuhnya benar.
a. Teknik tes adalah
seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan
hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang
aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak
macamnya dan luas penggunaannya
b. Teknik nontes dapat
dilakukan dengan observasi baik secara langsung ataupun tak langsung, angket ataupun
wawancara. Dapat pula dilakukan dengan Sosiometri, teknik non tes digunakan
sebagai pelengkap dan digunakan sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan
keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini dapat bersifat lebih
menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak.
0 komentar:
Posting Komentar